Dari 22 pemain yang lagi beraksi di lapangan bola, 1000 penonton di stadion, dan 10.000 penonton lainnya di di rumah yang menonton dari layar kaca, 3 komentator di studio, plus tukang- tukang baso yang nonton pertandingan itu dari balik pagar di luar parkir stadion, sampai sekumpulan karyawan yang bolos kerja di warteg untuk menonton pertandingan itu, siapa yang paling jago?
Jawabannya adalah SEMUANYA. Semua orang itu adalah yang paling jago dan ‘kesannya’ paling ngerti sepak bola…. semua, kecuali 22 orang pemain di lapangan yang kerjaannya latihan tiap hari dan hidup dan bernapas dalam sepak bola.
Lho kok? Ya iya, dengerin aja Obrolan Warteg tentang sepak bola.
“Yaaaa si ini sih bego tuuuu, mustinya jangan dioperrrr. Mustinya tendang langsung, gocek kiri, gocek kanan, kan bek nya ga kejaga tuuh”.
“Iyaa, apalagi si anu. Wuuuh payah deh, dia ga pake strategi ‘Blitzkrieg Von Tzendanglangzung”. Pelatihnya mustinya ngerti tuh”
“Lagian si eta nggak ngerti psikologi sih. Menurut teori psikologi, waktu tendangan sudut itu pemain secara subconscious akan jaga di sudut kanan, so mustinya dia maen ikutin psikologi pemain lawan”.
Gileee. Pada pinter- pinter ya orang- orang yang ngobrol di warteg? Mereka tahu semua teori dan konsepnya. Dan mereka paling ahli dalam ngomongnya. Tapi pada jago maen bola nggak? Atau baru lari 8 meter udah ngos- ngosan? Ngobrol aja, tanpa action?
Ada lagi seorang kenalan saya yang ‘paling ahli’ masalah politik. Dia paling hobi kalau ada temen ngobrol, dimana dia bisa ngobrolin politik dimana dia paling hapal jargon- jargon dan istilah canggih.
“Iklim politik Indonesia”, katanya sambil elus- elus janggut yang sebenarnya cuma ada di halusinasi dia, “Sekarang memasuki iklim kritis yang menurut teori ‘Nation Power of the Mob’ memasuki era Free Anarachy dan labilisasi pemerintahan dimana pemimpin akan dianggap Unable to Deliver dengan kondisi rakyat yang Unable to support.” Hampir aja saya ngomong “Aminnnnn”, karena ngomongnya panjang dan komat kamit seperti lagi berdoa.
Tapi again, kalau Anda coba tanya ke dia, dan tawarkan dia untuk take action sesuai pengetahuan dan wawasannya yang luas tentang politik untuk benar- benar terlibat di dalamnya, dia bakal secara politis halus ngeles dengan mengatakan, “Oh iyaa iyaaa, pasti itu. Nanti.. nanti.. nantiiiii….. nan.. tiiiii….”
Inilah contoh lain Obrolan Warteg. Kalo ngobrol aja sih serba tahu, serba ngerti, paling pintar dan paling jago. Tapi real action? Nann tiiiii…..
Banyak orang yang saya temui yang sedang mencoba mengembangkan Passion dirinya terjebak di obrolan warteg. Banyak dari mereka sebenarnya ‘sepertinya’ sudah paling tahu tentang hobinya, paling tahu tentang passionnya, malah kalau dia curhat pada saya, dia sudah punya rencana- rencana detail, kondisi ideal, dan bahkan tahu kunci sukses di bidang Passionnya itu.
Kalau begitu kenapa masih nyangkut?
Karena seringkali, apa yang mereka tahu, yang mereka bahas kemana- mana, pengetahuan yang mereka pamerkan pada semua orang yang mereka ajak ngobrol, tidak didukung dengan aksi dan praktek nyatanya! Obrolan warteg semata.
Malah pas saya nanya atau mau mendorong mereka untuk take action, mantra mereka bakal keluar.. “Naaaan.. tiiii. oh naaannn.. tiiii”.
Gimana? Anda kenal dengan orang- orang seperti ini?
Yang paling penting, jangan sampai kita juga ikut- ikutan terjebak dalam Obrolan Warteg berkepanjangan! Ketika kita menemukan diri kita banyak ngobrol ‘wawasan- wawasan’ yang ngawang di awan tanpa didukung action nyata, dan mulai mengatakan “Nannn tii.. naann..tiii”, berarti saatnya kita waspada!
Hindari diri Anda melakukan obrolan warteg dengan menanyakan pertanyaan ini, “Apa saya sudah mengambil langkah nyata sesuai dengan apa yang saya tahu?”