Emang Kamu Mau Jadi Apa? – My True Story

“Coach coach…”, sapa seorang gadis muda peserta seminar “Lakukan Dengan Hati”. Sapaannya begitu halus dengan setitik nada malu- malu sehingga saya hampir saja ngejawab “Ya sayanggg?” sambil ngelus rambutnya dengan lembut ala sinetron… Untuuuuungggg saya cepat menyadari kekhilafan dan mengurungkan niat itu. Khususnya karena ada istri saya di samping panggung sambil ngelus- ngelus kursi besi yang siap melayang ke jidat saya.

Seperti banyak pembaca buku saya, follower twitter @dedydahlan, atau peserta seminar saya lainnya, si gadis muda mulai bercerita tentang hambatan yang dia alami untuk mulai mengembangkan Passion nya. Dan seperti kebanyakan dari mereka, tantangan utama yang dia hadapi adalah tantangan dalam bentuk pertanyaan dari orang tua, “Emang kamu mau jadi apaaa?” Alias, ketidaksetujuan orang tua pada arah Passionnya.

Coba, berapa banyak dari Anda yang juga mengalami masalah ini?

Apa Anda juga mendapat ketidaksetujuan orang tua dalam ngembangin karier sesuai Passion?

Apa orang tua Anda juga berusaha mengubah pandangan Anda tentang Passion Anda dan memberikan arah ‘yang lebih baik’ dalam memilih profesi Anda?

Apa orang tua Anda juga pernah bertanya setengah nyepet “Apaaa, mau belajar anuuuuu? Emang kamu mau jadi apa, hahh?” pada Anda?

Kalau iya, maka dalam kesempatan ini saya mau bilang, “Welcome to the club!” Anda nggak sendirian. Buaaaanyaaaaaak orang yang juga mengalami tantangan ini dalam usaha ngembangin Passionnya. Diantaranya, well, nggak usah jauh- jauh, saya sendiri termasuk salah satu dari mereka ;). Saya sama dengan Anda, pernah mengalami apa yang sekarang Anda alami!

Waktu SMA, saya agak- agak cupu bin pendiam gitu deh. Banyak yang mungkin nggak percaya. Masak iya mulut selebar muka gitu pendiam… ya tapi itu benar. Saya punya saksi hidup, itu lhoo, yang tadi ngelus- ngelus kursi besi…

Tapi, walau saya dulu pendiam, kalau saya merem waktu SMA dan membayangkan profesi masa depan saya, saya ngeliat diri saya sendiri, megang mic di depan buanyaaak banget orang yang menonton saya. True Story!

My True Story

 

Pada waktu itu, saya nggak tahu itu profesi apa. Yang namanya profesi “Motivational Speaker”, “Trainer”, atau bahkan “Stand Up Comedy” belum ada atau belum populer di Indonesia. Yang pasti anak SMA lugu dan lucu kayak saya belum tahu tentang profesi itu. So, ketika ditanya orang tua saya, “Kamu mau jadi apa?” Saya dengan bengong bingung ngejawab “Entertainer?” Saking bingungnya, pernyataan aja jadi pertanyaan.

Tapi karena arah cita- cita saya itu ngambang, cita- cita itupun ditolak dengan sukses.

So, beralih ke pilihan kedua dan ketiga saya. Passion saya yang lain adalah pada ‘Manusia’ dan ‘Seni’. So, pertimbangan saya, saya mau ke Psikologi atau Seni Rupa. Dua- duanya lagi- lagi nggak disetujui. Alasannya, kalo ke Psikologi, saya bakal banyak nanganin orang gila. Dan kalau ke Seni Rupa, well, saya yang jadi orang gilanya, katanya gitu…

Pilihan kedua ditolak dengan sukses oleh orang tua saya. Tapi untuk pilihan ketiga, saya MENOLAK untuk dibuang begitu saja. Saya NGOTOT.

Perlu diketahui, keluarga saya tuh dokter semua. Dari ayah, ibu, kakak, kakak ipar, lalu setelah menikah, kakak ipar dari istri dan istrinya kakak Ipar. Jadi sebenarnya pilihan cita- cita saya di mata keluarga bukan lagi “Mau jadi apa?” tapi udah “Mau jadi spesialis apa?” Ngeri ya?

Tapi masalahnya, saya nggak punya Passion jadi dokter. Saya lebih punya Passion pada dunia dimana saya bisa berkarya. Pada dunia Seni Rupa dan Desain. So, inilah awal dari masa perjuangan saya mempertahankan hidup saya. Mempertahankan hidup, mempertahankan arah hidup, dan mempertahankan makna hidup! Dan saya BERSYUKUR sebersyukur- bersyukurnya, bahwa saya, pada saat itu, NGOTOT mempertahankan Passion saya.

Walau orang tua saya sempat bertanya dan menyindir, “Emang kamu mau jadi apaaa? Mau jual lukisan pinggir jalan?” Saya tetap masuk Seni Rupa ITB, dan mengembangkan kreativitas saya dalam berkarya dan berpikir kreatif. Di sinilah saya belajar berekspresi dan benar- benar menjadi diri sendiri! Dan dalam proses kuliah di Seni Rupa ITB ini juga, saya berkenalan dengan dunia kreatif lainnya, yaitu dunia bisnis jasa.

Tuhan memang punya rencana untuk kita semua. Dan dia memberi petunjuk tentang rencana itu pada kita, dalam bentuk bisikan- bisikan dalam hati kita, yang saya sebut Passion. Di seni rupa ITB, saya mulai belajar berbisnis. Dan sejak tingkat tiga hingga bertahun- tahun kemudian, Tuhan membawa saya berkeliling mencoba dan jatuh bangun di berbagai bisnis, di berbagai kota dan berbagai bidang di Indonesia! Waktu itu saya nggak sadar, tapi ternyata semua pengalaman saya di jalan itu adalah MODAL yang diberikan Tuhan, yang saya butuhkan untuk profesi saya saat ini!

Untuk melengkapi kebutuhan saya, saya pun belajar Psikologi, berbagai teori dan metoda Psikologi, hingga Cognitive Behavioural Study, itu baru setitik diantara buanyaknya buku- buku tetang manusia yang saya lahap sampe gendut. Dan saat ini, dengan modal ilmu yang saya peajari di kampus Seni Rupa ITB, yaitu kreativitas dalam berkarya, saya pun menulis buku tentang pandangan saya dan konsep- konsep saya tentang hidup.

Dan kini, di sinilah saya, 16 tahun berlalu sejak saya menutup mata dan melihat diri saya memegang mic di depan audience, saya melakukan hal YANG PERSIS SAMA dengan apa yang saya lihat dalam kepala saya waktu SMA!

Semua Passion saya tersalurkan dalam satu wujud! Saya di panggung entertainment, saya menangani manusia, dan saya berkarya dalam seni dan desain!

Singkat cerita, konflik dengan orang tua adalah sesuatu yang mungkin tidak bisa kita hindari. Kalau Anda memiliki orang tua yang mendukung Passion Anda, please, berhenti baca artikel ini dan peluk mereka, telepon mereka, dan cium mereka dalam- dalam, karena Anda seharusya sangat bersyukur. Tapi kalau Anda memiliki orang tua yang nggak mendukung Passion Anda, maka saya sarankan Anda melakukan hal yang sama. Peluk mereka, telepon mereka, dan cium mereka dalam- dalam, karena artinya mereka sayang pada Anda, dan ingin membantu Anda mendapatkan apa yang terbaik… menurut mereka.

Hanya saya, kadang- kadang, apa yang terbaik menurut mereka, bukanlah yang benar- benar terbaik buat kita. Karena setiap manusia diciptakan Tuhan unik dan berbeda, dan khas pada zamannya masing- masing. Dan zaman, terus berubah.

Nggak ada orang tua yang ingin melihat anaknya gagal dan menderita.

So, mempertahankan Passion kita dari tantangan orang tua, di mata saya, bukan suatu langkah “membangkang” atau “nggak sopan pada orang tua”, apalagi “durhaka”. Mempertahankan Passion dari tantangan orang tua sesungguhnya adalah langkah MENDUKUNG keinginan orang tua yang ingin melihat kita SUKSES dan BAHAGIA.

Jadi masalah di sini bukanlah tentang melawan orang tua, atau tentang ngotot mempertahankan pendapat pada orang tua, dan pastinya bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah.

Kuncinya adalah bagaimana Anda bisa MENJELASKAN, mengkomunikasikan, dan menunjukkan pada orang tua, bahwa Passion Anda, akan membuat Anda SUKSES dan BAHAGIA, lebih daripada jalan yang mereka tunjukkan pada Anda.

Tugas Anda, adalah membuat mereka dapat melihat hal yang sama dengan Anda.

Apakah ini mudah? Nggak juga. Apakah bisa terjadi dalam waktu singkat? Nggak juga. Malah hingga kini, orang tua saya masih belum terlalu mengerti dan bahkan belum terlalu menyadari bahwa saya sudah memiliki profesi yang cukup berhasil. Kadang- kadang mereka masih membayangkan situasi seandainya saya dulu jadi dokter 😉 Dan mereka suka bingung bin kaget kalau ketemu saya ketemu orang di jalan yang minta foto bareng saya atau minta tandatangan saya, “Lho, ngapain tu orang minta foto sama si Dedy?” Dan saya nggak menyalahkan mereka 🙂

Mengejar Passion dengan jalan berbeda dari yang disarankan orang tua bukanlah wujud pertentangan. Justru, adalah wujud kesamaan visi, dimana kita sama- sama ingin diri kita, sang anak, sukses, dan BAHAGIA!

Usahakan sampaikan ini baik- baik pada orang tua Anda, dan akhirnya, biarkan waktu dan hasil yang berbicara. Sabarlah, beri pengertian, dan tetap cintai orang tua Anda sepanjang perjalanan yang berbeda visi ini.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *