Seringkali, kita merasa apapun yang ada di tangan kita dan sudah kita pakai bertahun- tahun adalah yang terbaik. Saking yakinnya kita, kita sampai nggak ragu untuk jadi ‘juru kampanye’ dari pilihan produk atau ‘habit’ kita itu. Kalo perlu malah kita kayaknya sampai berusaha meyakinkan seluruh dunia bahwa pilihan kita itu yang paling terbaik banget… udah ‘paling’, ‘TERbaik’, pake ‘banget’ pula. Bisa- bisa saya digantung nih sama guru Bahasa Indonesia saya.
Padahal apa iya sih itu yang terbaik? Atau cuma karena kita nggak pernah nyoba hal lainnya? Apa cuma karena kita nggak punya PERBANDINGAN?
Saya dan seorang teman saya punya tempat makan favorit di Bandung. Dari kuliah sampai sekarang, kalau kita mau makan dan ngumpul- ngumpul bareng, biasanya tempat itu jadi pilihan pertama.
Dan di tempat itu, buku menunya cukup tebal dan nama makanannya panjang- panjang, hampir sama tebalnya dengan buku telepon jaman dulu atau kayak buku Aljabar guru SMA saya, seakan- akan si mbaknya mau ngasih ujian dadakan.
“Ini menu, baca, hapalin. 10 menit lagi ada ujian lisan”.
Apa boleh buat, di tempat itu memang variasi makanannya cukup banyak, dengan variasi yang aneh- aneh. Tapi dengan pilihan sebanyak itu, selama bertahun- tahun, teman saya SELALU memesan makanan yang SAMA! Ayam goreng madu saus krim. Setiap SAAT, selama BELASAN tahun, dia tidak pernah SEKALIPUN mencoba makanan lainnya!
“Ini yang paling enak soalnya bro”, kata dia.
“Paling enak?”
“Iya, dari semua menu di sini, ini yang paling pol.”
“PALING pol?”
“Yoiiii”
“Emang lu pernah nyoba makanan laennya di sini?”
“Belum sihh. Tapi ini yang PALING enak”.
“Dude”, kata saya niru anak muda di pelem- pelem Hollywood. “Lu bahkan nggak pernah nyoba yang lain. Gimana lu mau tahu kalau ini yang ‘PALING’ apapun? Gimana lu bisa ada perbandingan? Dibandingin sama apa?”
Saya sodorin makanan saya, Iga bakar kecap, yang udah mentereng di piring.
“Cobain, baru ngomong.”
“Tapi eh tapi….”
“Nggak pake tapi! Atau mau gue suapin di depan cewek- cewek tuh?” kata saya nunjuk ibu- ibu lagi arisan di meja depan.
“Nggak usah bro.” kata dia akhirnya nyoba sesuap. “Eh, iya enak juuuuga yaa.. Hehehe.”
Butuh waktu belasan tahun untuk teman saya ini MENCOBA hal baru, dan menemukan PERBANDINGAN baru. Padahal ini baru dalam hal makanan doang.
So, kira- kira, butuh waktu berapa lama buat kita mencoba hal BARU dan menemukan perbandingan baru dalam profesi dan pilihan arah karir kita?
Ada beda antara MEMILIH sesuatu karena kita memang benar- benar memilih, dan tahu berdasarkan perbandingannya, sama MEMILIH sesuatu karena kita udah sekedar jadi ‘kebiasaan’ memilih hal itu.
Ada beda antara memilih untuk tetap dalam suatu PROFESI karena profesi itu terbaik buat kita, sama tetap dalam suatu profesi karena kita nggak PUNYA PERBANDINGAN yang lainnya.
Ada beda antara memilih PROFESI yang ‘GUE BANGET’, sama terpaksa memilih profesi itu cuma karena kita ga berani mencoba hal lain.
Mungkin ini yang terbaik, mungkin bukan. Mungkin ini Anda banget, mungkin bukan. Mungkin Anda bakal suka, mungkin Nggak. Tapi kalo NGGAK DICOBA, kita nggak akan TAHU!
[Tweet “Beranilah untuk selalu mencoba hal- hal baru!”]
Punya perbandingan itu bagus kok!