Marah itu alami. Tapi pada moment- moment tertentu – dan kebanyakan moment lainnya – marah juga TIDAK ADA gunanya. Tapi kalau lagi napsu bin emosi, ngomong “Sabaaaar sabaaaar, orang sabar disayang Tuhaaaaan”, juga nggak ada efeknya (malah kadang bikin makin napsu). Jadi gimana dong? Nah, saya punya cara pribadi yang SIMPLE BANGET, yang suka saya pakai dalam situasi itu.
Saya suka nyengir, dan lebarnya cengiran saya suka bersaing dengan lapangan bola, dan bikin dokter yang bantu saya lahir dulu bingung. “Selamat bu, anak ibu …” “Laki- laki dok?” “Bukan… nyengir…”
Pas bikin foto SIM, saya malah dimarahin polisi, “Pak, tolong jangan cengengesan kalau difoto. Tolong bibir atas dan bibir bawah ditempel jangan lepas!” dan sayapun menjawab polisi itu dengan singkat, “Baik pak”, lalu terseyum lebar.
Karena saya suka nyengir inilah, dan dalam profesi saya sebagai coach – yang berarti emotional neutrality juga sangat dibutuhkan – banyak orang yang jadi menyimpulkan kalau saya nggak pernah marah, dan pasti nggak kenal sama yang namanya napsu bin kesal.
Salah banget. Saya dengan bangga mengatakan bahwa saya, sebagai seorang manusia, seperti Anda, sesekali juga suka marah atau kesal, pada moment tertentu. And that’s fine.
[Tweet “Marah itu alami, TAPI kenali kapan perlu marah, kapan TIDAK ADA gunanya, dan seperti apa marahnya.”]
Salah satu moment paling nggak penting untuk marah – bahkan membahayakan – pastinya di jalanan.
Bayangin Anda lagi jalan di trotoar setelah hujan, terus tiba- tiba ada mobil lewat di samping Anda, menggilas genangan air, dan PLAAAASHH, Anda basah kuyup… saking basah kuyupnya, kalau saat itu ada shampoo, Anda bisa jongkok sekalian keramas. Kesal! Anda pun teriak, “WOOOI GO**OK!” Dan bukannya minta maaf, dia malah ngeluarin tangan dan nunjukin jari tengah ke arah Anda dari jendelanya.
Lalu bayangin teman di sebelah Anda bilang, “Sabar sabaaarrr, jangan marah”. Makin marah nggak?
Atau bayangin Anda di jalanan menyetir mobil. Saat Anda lagi jalan dan mau belok, lampu sen sudah Anda nyalakan, tengok kiri kanan sudah Anda lakukan, di spion sudah aman, tapi tepat ketika Anda belok kiri, sebuah motor memaksa ngebut nyelip dan memotong dari sisi kiri Anda, menyerempet dan hampir menabrak mobil Anda, eeeeh, bukannya merasa salah, malah dia menoleh dengan mata yang menyalahkan Anda. “WOOOOIIII KAMPR*TTTT!” teriak Anda, ingin belok, ngebut, dan Anda kejar rasanya.
Lalu teman Anda di sebelah bilang, “Sabar sabaarrr, jangan marah”. “MUKE LU TUH JANGAN MARAH!”
Situasi kayak gini terjadi hampir setiap hari, dalam skala yang berbeda, dan mencapai puncak panennya saat arus mudik dan arus balik lebaran kemarin. Dengan padatnya motor, mobil, bus, truk, di jalanan, nyerempet itu jadi langganan, dan ucapan makian terlontar di sana sini, seakan mobil- mobil dan mtor semuanya lagi ngabsen penghuni kebun binatang. “Anjing? Hadir. Babi? Hadir. Monyet? Hadir. Kampret? Lagi izin sakit bu”.
Sesungguhnya ada cara sederhana banget untuk menghilangkan dan mengurangi rasa marah Anda, bahkan menggantinya dengan TAWA! Ini cara sederhana yang suka saya pakai sendiri, dan saya ajarkan pada istri dan keluarga saya, yaitu dengan MENGUBAH KATA yang Anda gunakan!
Intinya, secara psikologis, KATA yang Anda ucapkan memiliki elemen emosi di dalamnya. Kata negatif seperti, maaf, “goblok”, “tolol”, “bangke”, semuanya berelemen negatif. Bahkan waktu Anda baca tulisan tadi saja, kerasa Anda jadi agak ‘napsu’ kan? Ini sebabnya penasihat perkawinan mendoorng orang untuk memanggil pasangannya KATA- KATA yang baik, seperti, “kekasih, manis, cintaku, sayangku, gulaliku”, dan lainnya. Bayangin kalau seseorang memanggil pasangannya dengan kata “satpamku, preman dapurku, tukang pajak dompetku”, hubungannya pasti bakal beda.
Nah yang sering saya lakukan saat saya mengalami situasi seperti diatas, adalah mengubah KATA yang saya gunakan untuk memaki mereka yang mengesalkan itu jadi NAMA MAKANAN! True story.
Saat saya diserempet, dan saya merasa harus berteriak marah, maka saya tetap mengeluarkan teriakan itu, tapi KATA ‘makian’ yang saya gunakan saya ganti. “WOOOOI RISOLES AYAM!” “DASAR PANEKUK SIRUP!”
Bahkan nama makanannya nggak usah real, semakin fiksi dan semakin ngaco malah semakin baik.
“DASAR BACANG UDANG ASIN!”
“MOTOR BAKMI KEPITING KAMU!”
Dan diantara proses delay saat saya memikirkan nama makanan di kepala saya, nama makanan aneh yang terucap, dan konyolnya situasi tadi, sayapun jadi tertawa sendiri, yang seringkali juga diikuti oleh tawa dari istri dan seluruh keluarga yang di mobil.
Bila saya nyaris keceplosan dengan kata negatif, istri saya akan memperbaiki dengan kata nama makanan lainnya, “MI KOCOK KELAPA MUDA!”
Dengan memakai cara ini, emosi yang muncul tetap bisa tersalurkan, tapi pada saat yang sama, langsung tergantikan dengan tawa kecil.
Aneh dan konyol banget memang, tapi benar- benar berfungsi! Jangan percaya begitu saja, cobalah sendiri, siapa tahu cara ini juga bisa bermanfaat untuk Anda!
Berikutnya saat Anda hampir keserempet di jalan, coba ganti kata makian Anda dengan nama makanan! Teriakan, “AYAM BAKAR MANG NANA KAMU!”